Valentino mempercepat langkah kakinya, karena ia sudah terlambat lima menit dari jam pelajaran pertama dan pintu gerbang sekolah juga sudah ditutup. Dan untungnya saja, saat ini pintu gerbang sedang tidak terkunci dan tanpa penjaga. Akhirnya Valentino memilih untuk menyelinap masuk. Sesampainya ia di kelas, ternyata Bu Hana –sang Guru Fisika yang terkenal super killer- sudah menerangkan pelajaran di dalam kelas. Karena Bu Helga melihat kedatangan Valentino yang terlambat, akhirnya Valentino dijeweri oleh Bu Helga, sebagai hukuman keterlambatannya.
Sorenya, Valentino mendatangi rumah Laura –cewek yang selalu membuat hatinya selalu berbunga – bunga setiap berhadapan dengannya. Valentino mengajak Laura untuk malam mingguan di BTM.
“Ra, kita nonton yuk ?”
“Mmm... nonton apa, Vin ?”
“Ya, aku sih terserah kamu aja.”
Valentino selalu mencoba menuruti semua keinginan Laura, tapi hingga saat ini ia masih saja belum bisa merebut hatinya Laura. Ia ingin Laura bisa menjadi pacarnya, karena sudah sejak lama ia mengagumi sosok Laura.
Sebenarnya Laura juga memendam perasaan yang sama, terhadap Valentino. Tapi ia masih menunggu Valentino, untuk menyatakan perasaannya terlebih dahulu. Ia takut untuk menyatakan perasaannya lebih dahulu ke Valentino, tapi ia ingin sekali bisa cepat berpacaran dengan Valentino, sebelum kematian merenggutnya.
Umur Laura memang tinggal hitungan jari, semenjak seminggu yang lalu ia dinyatakan mengidap penyakit kanker otak stadium 4 oleh salah satu Dokter, ia difonis dokter hanya mampu bertahan hidup hingga ± 10 hari lagi. Semenjak itulah ia ingin sekali permintaan terakhirnya terkabulkan, yaitu berpacaran dengan Valentino.
“Ra, kamu kenapa sih ? kamu lagi sakit ya ? kok dari tadi aku ngajak ngobrol kamu diam aja?” tanya Valentino yang kebingungan karena dari tadi Laura melamun terus.
“Sorry, Vin. Tadi aku lagi mikirin banyak tugas sekolah, jadi aku melamun terus.”
“Ya sudah. Kita nonton film ‘Love in Perth’ aja yuk ?”
Laura hanya menganggukan kepala, dan mereka berdua langsung naik ke mobil Toyota Rush milik Valentino.
Sesampainya mereka di BTM, mereka memilih bangku di bagian pojok belakang.
“Ra, aku boleh ngomong sesuatu ke kamu, enggak ?” tanya Valentino dengan sedikit ragu-ragu.
“Boleh kok. Kamu ngomongin soal apa ?” tanya Laura, yang semakin Valentino gugup luar biasa.
“Kita kan sudah 3 tahun berteman, dan kamu juga sudah aku anggap, sebagai adikku sendiri. Aku mau kita lebih dari sekedar teman, karena aku punya perasaan lebih terhadap kamu.”
“Jadi maksud kamu gimana ?” tanya Laura sambil menatap Valentino dengan penuh tanya.
“Maukah kamu menjadi pacar aku ? Sebenarnya sudah lama aku mau nembak kamu, tapi baru sekarang aku memberanikan diri, buat ngomong kayak gini.”
“Sebenarmya aku juga sudah lama menunggu kalimat itu terlontar dari bibir kamu, dan aku senang banget karena hari ini kamu nembak aku.” Jawab Laura saat lampu bioskop di matikan.
“Jadi kamu mau, jadi pacar aku ?” tanya Valentino lagi, untuk memastikan kalau Laura benar- benar menerimanya cintanya.
Laura hanya menganggukan kepala, yang mengisayaratkan setuju. Dan mereka tersenyum bahagia bersama ditengah gelapnya studio bioskop.
Setelah selesai nonton, mereka diner restaurant AW, setelah itu mereka gramedia untuk beberapa novel dan main Time Zone. Tanpa sepengetahuan Valentino, Laura berkali – kali hampir pingsan karena fisiknya yang makin melemah akibat dari penyakit kanker otaknya.
“Vin, kita ke photo box, yuk ? kita bikin foto yang lucu- lucu, buat kenang – kenangan hari jadian kita ?” ajak Laura dengan penuh semangat, sambil menarik lengan kekar Valentino.
“Kenang – kenangan ? kayak kita sudah mau berpisah saja, aneh kamu tuh ! “ jawab Valentino sambil menggeleng – gelengkan kepala karena kelucuan pacar barunya.
“Ayolah !!! sekali ini saja, Please !!!” rengek Laura
Akhirnya Valentino mau juga menuruti keinginan Laura, karena ia selalu ingin melihat Laura tersenyum. Dan Laura bersorak gembira karena keinginannya dikabulkan Valentino.
Mereka berfoto – foto dengan berbagai gaya yang lucu, dengan aksesoris lucu, seperti wig keribo dengan berbagai warna. Dan semua hasil fotonya disimpan oleh Laura. Setelah itu, Valentino mengajak Laura untuk pulang.
Selama perjalanan pulang, Laura berpura – pura tidur untuk menutupi kondisi tubuhnya yang semakin melemah. Dan saat mereka telah sampai rumah Laura, Valentino langsung menggendongnya, dan membawa Laura masuk ke kamarnya, untuk menidurkan Laura.
Kriiinggg... Baru saja Valentino bangun dari tidurnya, HP-nya sudah berdering.
“Halo ?” jawabnya yang masih mengantuk
“Halo, ini Valentino kan ?” tanya seorang perempuan dari seberang sana
“Iya, ini siapa ya ?”
“Ini saya Mama-nya Laura. Kamu bisa datang ke rumah Tante, enggak ?”
“Baiklah, Tante. Saya akan segera datang kesana. Kalau saya boleh tahu, kenapa Tante memanggil saya untuk ke rumah Laura ?”
“Mmm... nanti kamu bakal tahu sendiri.” Dan telepon pun terputus. Valentino yang masih bingung dengan semua yang terjadi, langsung bergegas berangkat ke rumah Laura.
Saat Valentino tiba di rumah Laura, ia hanya bisa menatap bingung ke semua orang yang ada disana.
“Hay, nak Vino ! Akhirnya kamu datang juga !” kata Mama-nya Laura, dengan nada yang masih ceria dan langsung memeluk Valentino dengan eratnya.
“Tante, apa yang sebenarnya terjadi ? Kenapa disini ada orang pengajian, ada bendera kuning dan ada derai air mata ? Siapa yang meninggal, Tante ?” tanyanya yang kebingungan
“Sebenarnya...Mama-nya Laura pun langsung menangis tersedu - sedu, karena ia telah ditinggalkan putri semata wayang-nya.
“Jadi.. sebenarnya.. yang meninggal adalah...”
“Siapa, Tante ?” tanya Valentino yang mulai terdengar seperti orang lagi marah.
“Laura, Vin. Ia mengidap penyakit kanker otak stadium 4, sepulang dari jalan – jalan bersama kamu, Laura dibawa ke rumah sakit karena ia menjerit – jerit kesakitan karena penyakitnya. Dan sekitar pukul 10 malam, nafas terakhirnya berhembus, dengan sebuah kalimat cinta untuk kamu.”
Valentino pun langsung terisak, ia tak menyangka Laura akan meninggalkannya begitu cepat. Padahal baru saja kemarin sore, Laura resmi menjadi pacarnya. Tetapi pagi ini, ia sudah ditinggalkan Laura.
“Kenapa ia tidak bilang ke aku, kalau ia mengidap penyakit kanker otak ?” tanyanya yang masih terisak
“Dia juga baru tahu sekitar seminggu yang lalu, saat ia periksa ke Dokter. Dan ia menitipkan kado ini untuk kamu. Kado ini sudah ia buat sejak ia mengenalmu, sampai saat di detik – detik terakhir kehidupanya.”
Saat Valentino membuka bungkusan kado itu, sebuah album foto dan sepucuk surat terdapat disana. Album foto itu berisi foto – foto dirinya, yang diambil diam – diam oleh Laura dengan kamera HP-nya. Dan di halaman terakhir album itu, ada foto – foto photo box-nya sewaktu mereka lagi di BTM dan saat hari pertama mereka jadian.
Dan kini ia mengerti, kenapa kemarin Laura memintanya untuk photo box. Karena Laura ingin moment kebahagian terakhirnya bersamanya, selalu terkenang melalui foto itu. Dan surat itu adalah tulisan terakhirnya.
“Vin, tolong kamu jaga album foto ini, jika kalau kamu benar – benar mencintaiku. Dan jika kalau kamu tak mencintaiku, kamu boleh membuang album foto ini. Maaf karena aku tak menceritakan tentang penyakitku ini kepadamu, karena aku takut hal itu akan membuatmu khawatir. Aku senang sekali bisa mengenalmu dan bisa merasakan ‘Indahnya jatuh cinta’ di detik – detik akhir hidupku. I’LL ALWAYS LOVE YOU, VALENTINO-ku. By : Laura.”
Valentino pun langsung pergi meninggalkan rumah Laura, hingga sesampainya ia dirumahnya, ia hanya bisa terus menangis mengenang ‘Senyum Terakhir Laura’ yang terpampang di dalam album foto itu. Dan ia akan selalu menjaga album foto itu, dengan sebaik mungkin. Seperti ia menjaga cintanya untuk Laura.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar